Rabu, 04 Februari 2009

Menyambut PP 78 TAHUN 2007 Oleh Ir. Mustika Ranto Gulo

Menyambut PP 78 TAHUN 2007 Oleh Ir. Mustika Ranto Gulo
Akhirnya PP baru tentang Pemekaran Wilayah disetujui oleh Pemerintah dan telah ditanda tangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Desember lalu. Sekarang, sudah tidak mudah lagi memekarkan suatu daerah. Syaratnya ditambah, bahkan diperberat. Itulah yang terjadi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007. Ternyata PP ini sangat ketat dan tidak selonggar Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000, yang memang agak leluasa dan lunak sehingga menggampangkan daerah dimekarkan.
Apakah PP ini berlaku mundur sehingga mengganggu proses pemekaran yang sedang berlangsung? Kiranya tidak demikian, namun bias saja menjadi dilematis, jika proses pemekaran yang sempat disetujui oleh inisiatif DPR RI pada September lalu dihadang dengan alas an anggaran.
Beberapa perbedaan yang menyolok dengan PP yang baru, misalnya, pada peraturan yang lama, daerah yang baru dimekarkan bisa langsung dimekarkan lagi. Peraturan yang baru menetapkan provinsi yang akan dimekarkan harus sudah berusia minimal 10 tahun, sedangkan kota dan kabupaten harus sudah berusia minimal 7 tahun.
Perubahan lain adalah jumlah kabupaten/kota untuk menjadi provinsi baru dan jumlah kecamatan untuk menjadi kabupaten/kota baru. Sebelumnya, untuk pembentukan provinsi minimal hanya empat kabupaten/kota, sekarang diperketat menjadi minimal lima kabupaten/kota. Untuk pembentukan kabupaten baru sebelumnya minimal hanya empat kecamatan, sekarang diperberat menjadi minimal lima kecamatan. Adapun untuk pembentukan kota syaratnya ditingkatkan dari sebelumnya minimal hanya tiga kecamatan menjadi minimal empat kecamatan.
Peraturan baru ini lebih antisipatif terhadap kelemahan-kelemahan dimasa lalu, dan yang paling penting ialah peraturan pemerintah yang baru itu juga memberi landasan hukum untuk melikuidasi penggabungan daerah yang dinilai tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Telah dimekarkan, tetapi kenyataannya ‘baju baru’ itu terlalu besar untuk ‘badannya’. Atau badannya memang terlalu kecil, tetapi mau dibesar-besarkan dengan memberi bungkus baju baru. Hasilnya sama, pemekaran itu justru membuat daerah itu bangkrut dan menimbulkan ekses social yang baru di wilayah itu.
Pemikiran ini tepat, karena pada dasarnya jika daerah itu tidak memiliki cukup sumber daya dan kemampuan untuk memikul beban otonomi. Daerah itu tidak memiliki pendapatan asli daerah yang signifikan untuk menghidupi daerah itu sehingga akhirnya daerah baru itu layu justru setelah dimekarkan.
Dalam Editorial Media Indonesia menyatakan bahwa “Semua itu dapat terjadi karena pemekaran daerah lebih banyak didorong dan dirangsang kepentingan sempit elite daerah. Yaitu menciptakan berbagai jabatan baru, seperti jabatan gubernur baru untuk provinsi baru, jabatan bupati dan wali kota baru untuk kabupaten dan kota baru. Sudah tentu semakin banyak camat baru dan jabatan legislatif baru alias DPRD baru”.
Saya berpikir bahwa “Egocentris juga memicu Pemekaran daerah demi kepentingan primordialisme. Pemekaran itu cenderung dilakukan dengan mengikuti wilayah etnografis sehingga yang dihasilkan sebenarnya kepala suku baru dengan kedok gubernur, bupati, dan wali kota.
Bagaimana Pemekaran Nias ? mudah-mudahan peraturan ini tidak berlaku surut, sehingga jika rencana Nias Barat digabung dengan Nias Utara, karena alas an Nias Barat belum memadai, maka kita harus menunggu 10 tahun kemudian Nias Barat baru bias dimekarkan.
Peraturan baru itu disambut gembira oleh kalangan tertentu saja, namun merupakan penghalang dan beban berat bagi mereka yang daerahnya sedang diusulkan menjadi wilayah baru.
Dalam editorial Media Indonesia itu menyatakan “Oleh karena itu, sangat menggembirakan bahwa pemerintah akhirnya berani mengeluarkan peraturan pemerintah yang baru yang mempersulit pembentukan daerah baru. Bahkan, lebih dari itu, pemerintah membuat dasar hukum yang kuat untuk suatu hari berani melikuidasi pemekaran yang sudah terjadi”.
Bila likuidasi itu dilakukan, itulah keputusan yang sangat historis nilainya dan mestinya memberi efek jera kepada elite lokal yang dengan kepentingan sempitnya berambisi membentuk daerah baru.
Tak kalah penting, adanya dasar hukum untuk melikuidasi pemekaran itu juga memberi pelajaran kepada tokoh daerah yang berada di Jakarta, untuk berpikir sejuta kali sebelum mendukung, bahkan menjadi promotor pemekaran daerah. Pikir dahulu pendapatan, malu kemudian tiada guna.
Menurut saudara, apakah Pemerintah telah memutuskan sesuatu ya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar